Klub Sepakbola Objek Pendulang Popularitas Politik Pengusaha Indonesia di Tengah Kesenjangan Ekonomi

Klub Sepakbola Objek Pendulang Popularitas Politik Pengusaha Indonesia di Tengah Kesenjangan Ekonomi

Pengusaha bonafit atau pengusaha kaya raya Indonesia rela menggelontorkan uang banyak untuk membeli klub sepakbola sebagai langkah awal menuju pentas politik dan memperbaiki citra usahanya.

Dalam dinamika ekonomi di Indonesia yang kian mengalami kesenjangan, orang kaya di Indonesia menuai pujian lantaran keberhasilan mereka mengembangkan klub sepakbola.

Dimulai dari Erick Thohir yang berani mengambil alih 70% saham Inter Milan. Orang awam saat itu langsung mengenal nama Erick, padahal siapa yang tahu keberadaannya sebelum membeli Inter dari Moratti? Tidak ada, kecuali kalangan konglomerat tanah air saja.

Namanya melejit di Indonesia dan dunia. Karir politiknya juga begitu. Setelah membantu Joko Widodo sebagai Menteri BUMN, ia sempat hendak maju sebagai Calon Presiden, Calon Wakil Presiden namun akhirnya kandas karena dinamika politik berdasar survei popularitas.

Popularitas Erick Thohir hingga berani maju dalam kontestasi politik tentu karena keberadaannya dalam sepak bola. Dia dipasang Joko Widodo sebagai Ketua Umum PSSI.

Gebrakan Erick Thohir sebagai profesional terbilang apik bersama PSSI. Timnas Indonesia mulai diperhitungkan dalam kontestasi Asia.

Erick Thohir sebagai orang nomor satu PSSI, memiliki kans untuk berkuasa di Indonesia nantinya lantaran eksis dalam sepakbola yang menjadi olahraga nomor satu dalam bingkai negara kesatuan ini.

Dia tak sendirian menyandang status pengusaha raya yang punya klub sepakbola. Keluarga Hartono lebih menggemparkan lagi. Mereka membeli Como 1907 saat terlilit hutang.

Robert Budi Hartono dan Michael Hartono yang memiliki Como 1907 tidak bernafsu untuk buru-buru naik kelas. Mereka memimpin Como dari divisi terendah di kompetisi Italia.

Empat tahun kepemimpinan mereka, Como akhirnya menembus Serie A Italia. Baru setelah itu keluarga ini menjadi perbincangan publik.

Mereka adalah anak dari pendiri rokok kretek merk Djarum yang didirikan Oei Wie Gwan. Selain itu mereka juga memiliki investasi di BCA, bidang telekomuniasi dan e-commerce.

Melihat dari Djarum, perusahaan ini sudah sejak sebelum era BRI Liga Satu menjadi sponsor utama olahraga, yakni bulutangkis dan sepakbola.

Sepertinya keluarga itu ingin menebus dosa dari keuntungan jual beli barang yang merusak kesehatan, sehingga walau kaya raya dari pabrik rokok tapi tetap memiliki citra positif karena mensupport event-event olahraga dan kini mengembangkan klub sepakbola.

Nama-nama pengusaha Indonesia terus bermunculan dalam kancah sepakbola dunia yang melejitkan pamor mereka di Indonesia.

Erick Thohir kian sumringah ketika Oxford United resmi promosi ke divisi Championship Liga Inggris setelah melalui jalur play off.

Pada musim reguler, Oxford United berada di posisi ke-5 klasemen akhir League One. Mereka mampu meraih 77 poin dari 46 laga yang dimainkan, 22 kali menang, 11 imbang, dan 13 kali kalah.

Sukses Oxford United dapat sorotan khusus dari publik Indonesia. Sebab, ada nuansa Indonesia pada kepemilikan saham Oxford United. Sejak September 2022 lalu, saham mayoritas Oxford United dimiliki dua orang Indonesia, Erick Thohir dan Anindya Bakrie.

Mereka mengambilalih saham pengusaha asal Thailand, Sumrith Thanakarnjanasuth, yang kini punya saham minoritas. Posisinya dalam struktur klub juga sudah digantikan oleh Grant Ferguson.

Tahulah bersama siapa Anindya Bakrie, dia anak dari pengusaha sekaligus politikus Partai Golkar, Aburizal Bakrie.

Namanya menjadi populer usai Oxford United berhasil promosi ke kompetisi kasta dua Liga Inggris.

Kemudian ada nama Sihar Sitorus, anggota DPR RI. Politikus ini kian populer setelah klub sepakbolanya, FC Dender ke Liga Satu Belgia.

Di tanah air sendiri, ada nama Raffi Ahmad yang membara Rans Nusantara mencicip BRI Liga Satu meski saat ini tercebur jurang degradasi ke Liga 2.

Raffi Ahmad saat ini terus didorong untuk maju dalam kontestasi Pilkada. Anak dari Presiden Joko Widodo juga punya klub sepakbola Persis Solo. Tahulah bersama bahwa saat ini Kaesang terjun ke politik sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia.

Bukan fenomena baru orang kaya di Indonesia mengelola klub sepakbola sebagai upaya mendulang popularitas untuk masuk politik. Ketua Umum PSSI seperti Nurdin Halid, Lanyala Mattaliti merupakan politikus.

Selain itu, Alex Noerdin membiayi Sriwijaya FC dalam perjalanannya dalam Pilkada Sumatera Selatan.

Sepakbola selalu menjadi olahraga yang paling disorot manusia. Hasrat kekuasaan menjadikannya objek mendulang popularitas politik atau sekadar citra baik.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *